Orang yang tidak mau belajar akan menjadi pemilik masa lalu, dan orang yang mau belajar akan menjadi pemilik masa depan
Tuesday, June 23, 2020
My Trip Two
Sabtu, suasana rumah damai dan tenang walaupun cuaca kurang bersahabat, gerah tanpa angin semilir. Ba'da ashar suara hape berbunyi dengan suara klasiknya
treeeeeng......treeeenggg.....treeeenggg.... "segera merapat ke rumah sini ya, diskusi nih" suara ketika di angkat tuh telepon, kaget bin aneh ada apaan nih tumben secepat kilat instruksinya kayak mau perang aja. Meluncur deh nih kaki ke TKP. Sesampainya disana udah rame nih, caccuit..cacacuit...ternyata anggota keluarga ada yang lagi tracking pakai vespanya yang montok itu dan hebohnya motornya modar tengah jalan sebelum sampai di tujuan.
Singkat cerita, diputuskan untuk menyusul dan membawa pulang keduanya. Selepas maghrib kita berangkat ke TKP, Lebak wangi, Cinjur Barat. Ayla pun membawa kita menelusuri jalanan kota siap tembus jalan raya puncak, cipanas. Singgah di Ciloto untuk menyantap isi BBM perut yang mulai memanggil. Track lanjut lagi, sampailah kita di kota Cianjur berharap sudah tak lama lagi kita sampai TKP. Minimarket mengantarkan kita ke kopi hangat sejenak refresh mata agar terjaga untuk tidak lelah, secara supir tembak gak ada penggantinya. Dengan logat sunda kami bertanya : "Neng, ari Sindang Barang berapa lama lagi " tanya iseng. " Oooh, masih 7 kecamatan atuh sekitar 7 jam" jawabnya. Alamaaaaak.........tepok jidat dan tertawa kita berdua kala itu, sementara tatapan jalanan tampak gelap dan tebing bukit sudah terlihat dari pancaran sinar lampu kendaraan yang melintas.
Kopi habis, sebatang rokok pun surut dari tangan. Starter mobil siap meluncur. Trip yang dilewati sudah curiga dari awal, gelap, sepi, dingin, merinding sepanjang jalan. Bukan hantu yang kami takutkan tapi begal yang kita tidak tau dari mana datangnya karena medan yang kita lalui sama sekali belum pernah lewat. Benar adanya sudah beberapa kali kita lewatin kecamatan yang ditandai dengan jembatan panjang penghubung antar bukit. Seraaaaam dan was was kala itu tapi kami berusaha untuk tenang karena itu yang kami bisa sambil melajukan kendaraan dengan amat standard. Jalan berliku, gelap, adakalanya kita saling mencurigai apabila ada kendaraan lain lewat tapi tetap berbaik sangka memaksa agar kita jalan berkonvoi untuk menghindari hal" yang tidak kita inginkan.
Tengah malam, sampainya kita dilokasi tinggal mencari titik pertemuan, alun-alun yang jadi patokan kami untuk kemana arah selanjutnya menuju. Sekitar 1km arah timur akhirnya kita bertemu juga, ucap syukur alhamdulillah akhirnya bertemu juga dengan saudara kami yang terdampar dibukit nan jauh dari peradaban. Setelah mencari cara agar bisa kembali ke rumah diputuskan detik itu juga kita kembali padahal rasa was was itu belum juga padam. Kita mengambil jalur berbeda, Sukabumi kita tempuh. Jalan berkabut, sepi, sangat menakutkan lebih dari jalur yang saat penjemputan.
Kabut semakin tebal, batas penglihatan pun terbentur kabut nan susah ditembus. Perlahan laju jalan mobil hanya berharap pada garis marka jalan agar tak terperosok ke jurang nan gelap.
# to be continue
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)